Posted by rampak naong - -

google
Dalam buku kedua, Gurunya Manusia, munif menuliskannya dengan ukuran yang besar dan tebal ketimbang buku pertama. Mungkin ia menaruh perhatian serius pada guru, karena letak keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas gurunya.

Selama ini banyak fakta guru justru membosankan. Guru tak mampu mendorong siswa untuk menjelajah pengetahuan yang tanpa batas. Guru hanya mengajar, dan tanpa mempertimbangkan apakah secara bersamaan siswa belajar. 

Menurut munif, mengajar dan belajar merupakan dua kegiatan yang berbeda. Ketika seorang guru mengajar tidak secara otomatis siswa belajar. Nah di sinilah masalahnya. Banyak guru yang seolah yakin ketika mengajar siswa juga belajar.

Untuk menjadi gurunya manusia, seorang guru tidak sekedar selesai mengajar. Agar setiap pembelajaran selalu ditunggu siswa guru harus banyak belajar, meng-update pengetahuan dan metodologi pembelajaran, mengikuti pelatihan.  Dalam bab pertama buku ini, munif banyak menjelaskan bagaimana siasat untuk meningkatkan mutu guru lengkap dengan pengalaman-pengalaman yang renyah dibaca.

Selanjutnya  perlunya perubahan mindset bagi gurunya manusia dibahas secara detail di bab 2. Dalam bab ini munif menjelaskan bahwa sejak awal guru sudah harus memandang bahwa setiap anak adalah juara. Jika guru mendesain proses pembelajaran dan melakukannya sesuai dengan jenis kecerdasan anak tak ada anak yang tidak bisa.

Gurunya manusia itu adalah guru yang mengajar dengan hati. Guru yang selalu siap menjelajah kemampuan siswa, melihat segenap potensi siswa yang bisa dikembagkan. Termasuk dalam menyelesaikan masalah siswa yang butuh penanganan khusus, misalnya anak nakal, anak yang semangatnya rendah, anak yang tertinggal dari teman-temannya, seorang guru dituntut untuk sabar dengan melakukan discovering ability, menemukan kemampuan apakah yang dimiliki anak itu. Dasarnya, anak terlahir memiliki kelebihan. Ketika ditemukan kelebihannya, guru tinggal masuk dalam dunianya, dan mencoba menyelesaikan masalahnya.

Menarik dalam buku ini ketika menceritakan seorang guru yang butuh 3 bulan untuk mendekati –termasuk home visit— dan menyelesaikan masalah anak yang butuh penanganan khusus. Berdasar kemauan untuk selalu menjelajah kemampuan siswa, segenap masalah anak, termasuk yang menuntut penanganan khusu bisa diselesaikan.

Dalam bab selanjutnya, munif berbagi pengalaman bagaimana proses belajar mengajar dilakukan dengan menggunakan MI. Inilah penjelasan paling panjang dan menyita banyak halaman buku ini. Karena di sinilah sebenarnya jantung masalah yang hendak disampaikan munif dalam buku ini. 

Yang penting dalam bab ini, tanpa bermaksud menafikan yang lain, adalah penjelasannya tentang perlunya guru secara kreatif membuat lesson plan. Dalam sistematika lesson plan yang memperoleh perhatian khusus dari munif adalah cara membuat scan setting.

Di sinilah menurutnya kemampuan guru harus dikerahkan. Karena scan setting semacam pintu masuk, apakah siswa bersedia masuk dalam proses pembelajarannya atau justru akan keluar. Scan setting mungkin mirip apersepsi, meski contoh-contoh yang diberikan dalam buku jauh berbeda dengan pandangan dan praktek apersepsi yang biasa dilakukan guru.

Setelah scan setting yang kreatif berhasil dibuat, baru pak munif menjelaskan ragam strategi pembelajaran  yang disertai dengan ilustrasi dan contoh menarik sebagai pengalaman langsung dari pak munif dan guru yang sudah mempraktekkannya.

Ada beberapa strategi pembelajaran yang dijelaskan dengan cukup detail di sini misalnya strategi action research, diskusi, klasifikasi, analogi, identifikasi, sosiodrama, penokohan, flash-card, gambar visual, papan permainan, wayang, applied learning, movie learning, environment learning, service learning. Sekali penjelasan strategi pembelajaran ini lengkap dengan media bahkan contoh berdasar pengalaman langsung dari guru yang mempraktekkannya.

Di bagian akhir buku ini, munif berbagi tips menarik tentang cara membuat lesson plan kreatif. Termasuk dengan struktur dan bentuk lesson plan yang tentu saja tidak final, tetapi bisa dimodifikasi sesuai kebutuhan sekolah.

Satu hal, buku ini meski saya lambat membelinya dan meresensinya, bagi saya pribadi sangat inspiratif. bahkan ketika saya share kepada teman-teman saya, banyak yang mengakui sama. Bahkan di madrasah tempat mengajar, para guru berkumpul membahas gagasan buku ini dan bersama-sama membuat lesson plan yang sungguh jauh berbeda dengan lesson plan (RPP) yang biasa diterima guru dari birokrasi pendidikan.

Saya berani merekomendasikan buku ini sangat bermanfaat terutama bagi guru dan bagi siapapun yang menaruh kepedulian untuk memajukan pendidikan di Indonesia.